Jumat, 07 Juni 2013

Permata Tarbiyah


            Pernah mendengar lagu ini, sebuah nasyid full inspirasi. Pun saat menggores tulisan ini, terus ku putar-putar ulang mp3nya agar tak sedikitpun kehilangan pesan rasa yang menggelora. Entahlah pada siapa tepatnya apresiasi ini dihadapkan? Untuk Izzatul Islamkah? yang lewat suara mereka setiap pendengar terlecuti menjaga kontinuitas dakwah? Atau aransemennya, atau pada sosok perempuan yang menjelma, muslimah pilihan Allah yang digelar permata tarbiyah? Semua komponen dalam lagu ini seakan berharmoni mencipta keselarasan. Yang menyirat makna bahwa ini bukan senandung biasa, ini adalah lagu istimewa. Ceriteranya hadir menyuguh fakta tentang seorang insan, tanpa dibumbuh rekayasa.
            Menyelam tiap lirik pada lagu ini membuat diri menunduk dan makin tertunduk. Betapa anggun dalam kesejukan tokoh yang dikisahkan. Walau terpisah fana tapi gaung dakwahnya tetap mempesona. Ia lah yang menyemai jejak langkah abadi dalam tiap diri.. Ia yang tangan kanan menggoyang buaian dan tangan kirinya mengguncang dunia. Ia yang hidup di masa ini tapi semangat juangnya menyerupai shahabiyah yang membersamai Rasulullah. Ia lah muslimah yang meletakkan cinta pada Allah di atas segala-galanya. Ia benar potret permata tarbiyah.
            Teringat beberapa waktu yang lalu, dalam forum kajian muslimah pernah ada yang berkata: “Bagaimana kita ingin masuk syurga jika tak pernah tahu kisah hidup orang-orang yang Allah jamin masuk syurga. Belajarlah dari tiap shahabiyah wanita penghulu syurga.. Jika ternyata itu pun masih sulit coba mengambil inspirasi dari muslimah yang hidup sezaman dengan kita, ialah permata tarbiyah: Almh. Ustadzah Yoyoh Yusroh.” Iya, terkadang aku pribadi sering berdalih. Menyuguh berbagai alasan susahnya mendekati pencapaian shahabiyah karena berada pada zaman yang berbeda. Perjalan hidup Ustadzah Yoyoh menyirat ketegasan, bahwa muslimah bukan yang mencari-cari udzur melainkan harus memusnahkan udzur. Salah satunya, tak ada penghalang batasan waktu untuk menjadi muslimah kesayangan-Nya, insyaAllah setiap kita pasti bisa mencapainya. Beliau telah membuktikannya.
            Sejujurnya, saat mendengar lagu ini, mengingatkan kembali pada sebuah kerinduan. Rindu yang sempat tertahan. Rindu akan sosok permata tarbiyah. Rindu pada potret muslimah yang mempesona dengan akhlaknya. Dulu, tujuh tahun yang lalu. Tak kulupa perjumpaan dengan mereka yang sekarang kusebut juga ‘permata tarbiyah’. Aku lebih dulu jatuh hati pada mereka. Menaruh kekaguman dan belajar menetapkan standar diri sebagai muslimah. Pada seorang Ummahat yang punya 3 anak, tak pernah terlambat menghadiri halaqoh bersama jundi2nya, tampilannya pun selalu rapi dan wangi, ia tak pernah absen dalam agenda-agenda dakwah. Tiap bersua yang kuharuskan adalah memberi senyum termanis padanya yang kusebut istimewa. Kemudian aku juga merindukan seorang Mb yang mengajar bagaimana mencintai Allah dengan sebenar-benar cinta. Kalimatnya yang selalu teringat “Bahwa sebenarnya mencintai Allah bukan hal yang mudah, kita belajar berproses mencintai-Nya.” Bukan hanya perkataan lembutnya yang kudamba, tapi hadirnya. Aku selalu ingin bertemu dengannya, menatap sinar di wajahnya kemudian kadang tak sengaja mengamati kelopak matanya yang merah, selalu memerah. Seperti kisah sahabat yang selalu menagis karena takut pada Allah digambarkan matanya seperti terompah kusuh, hitam merah padam, begitu pun ia. Terlalu sering kuselip namanya dalam munajat, sebagai washilah. Agar aku bisa sepertinya mencintai Allah, terkadang jauh berharap melebihi dirinya.
            Merekalah bagiku permata, yang sederhana tapi berbuat luar biasa. Kusebut permata karena mereka memang bercahaya. Aku yang merasakannya ketika bersama. Selalu memetik hikmah ketika bersua. Benar berkumpullah dengan dia yang sholehah maka kau tahu bagaimana belajar menjadi sholehah, kau juga terinspirasi lewat semangatnya untuk menjadi shalehah. Kau akan selalu menggebu mencapai shalelah.. Kusebut mereka permata karena mereka tersimpan, tak banyak yang mengenal. Akan terlihat bagi yang mengamati lekat-lekat. Kusebut permata karena ketika rasa gundah gulana melanda cukup dengan memvisualisasikan mereka saja menjadikan aku malu jika berlama-lama terkungkung dalam rasa itu. Mereka permata, yang begitu berharga.
            Seringnya terlalu rindu pada mereka. Walau tak dipungkiri begitu banyak kujumpa permata setelahnya. Sampai saat ini, masih berada di sekelilingku dan tak dapat kusebut mereka satu persatu. Iya, permata itu kini begitu banyak Allah tebarkan. Cahayanya bertaburan. Membuat langkah semakin mantap melewati jalan ini. Begitu besar anugrah yang Ia berikan. Pintaku adalah agar nikmat perjumpaan dengan mereka tak hanya sebatas di dunia, tapi juga di akhirat kelak dalam naungan-Nya. Persis seperti pesan terkahir yang ia titip dalam Lagu Permata Tarbiyah, insyaAllah kita bertemu di syurga. Semoga dipertemukan Allah di surga-Nya. Narob bun fil jannah.
  
Ya Allah tolong beri kekuatan untuk mengejar amaliyah mereka sehinga aku layak bertemu mereka bahkan bisa berbincang dengan mereka ditaman firdaus-Mu

***
Terkadang dalam cerminan,
Setiap orang mengutuk kegelapan tapi tak banyak yang berusaha menyalakan terang
Rutinnya disibukkan pada berbagai tuntutan, nyatanya enggan terdepan dalam keteladanan
Jika bertemu permata,
Seketika kita berubah
Semangat menjadi cahaya walau redup sekalipun
Bergairah memberi qudwah meski begitu payah rasanya

Berteman kebeningan qolbi, Istimror ilallah