Menikmati Proses Bukan Waktu Santai
Selayaknya
putaran roda, tentu kondisi kehidupan setiap orang tak akan selalu sama. Kadang
di atas pasti suatu saat berpindah ke bawah. Semuanya silih berganti. Jika duka
menghampiri, sunnatullah sebentar lagi bahagia, canda, tawa akan hadir merubah
segalanya layaknya mendung yang pekat menjadi pertanda hujan kan datang
membasahi. Di suatu kesempatan sering kita merasa kekurangan waktu untuk
melakukan kerja-kerja yang telah direncanakan, namun tiba nantinya kita menjumpai
diri dalam waktu-waktu luang. Ya, sesaat lapang dan gilirannya sempit. Banyak
lagi kata yang harus dituliskan jika mendeskripsikan pasang surut kehidupan,
namun begitulah hakikatnya. Semua adalah proses, proses panjang pemilihan,
memilah sejauh mana ketancapan azzam kita, sebesar apa ikhtiar kita.
Seperti itulah, prosesnya berliku
tak linear. Laiknya sebuah lintasan sirkuit, kelokannya tajam, panjang dan
menantang. Ia berujung, itu yang mengantarkan pembalap pada garis finish persis
seperti pada akhir perjalanan hidup manusia. Semenjak diberi kesempatan usia,
nyatanya tiap kita telah banyak dan sedang melewati proses itu. Di dalamnya
kita selalu diilhamkan pada beberapa pilihan, menikmati, mengelukah atau
melawannya bisa jadi. Lagi-lagi semua adalah pilihan dalam kompleksnya sebuah
proses.
Teruntuk setiap insan yang mendamba
dalam proses ini, kuncinya tak ada waktu luang untuk bersantai. Bagi yang
sedang menanti kelulusan, yang merindu gelar sarjana, dalam penantian mencari
ma’isyah, yang ingin menyempurnakan separuh din, menanti buah hati yang qurrota
a’yun atau cita mulia lainnya. Jika ingin itu kini masih tertunda, yakinilah tak
ada kata istirahat untuk penggapaian itu semua. Nikmatilah proses penjemputan
takdir baik-Nya dengan menunggu dan makin menggebu. Menjadi penunggu yang
aktif, menunggu dengan memantaskan diri. Sadar, ini bukan waktu istirahat,
bersantai dan berleha-leha. Jauh, bukan itu prinsip melewati proses mulia ini.
Perjalanan kisah hidup rasul dan
sahabat tentu begitu banyak menyiratkan kemulian dalam mengarungi proses
panjang ini. Mereka tak kenal waktu luang. Yang ada hanya kelekatan berteman
dengan kesiap siagaan dalam sebuah penantian. Seperti Anas Bin Nadhir yang
menjadi asbab turunnya q.s al ahzab
ayat 23.
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ
عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا
بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
Di antara orang-orang mukmin
itu ada orang-orang yg menepati apa yg telah mereka janjikan kepada Allah; maka
di antara mereka ada yg gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yg
menunggu-nunggu & mereka tak merubah (janjinya),
Perjalanan
hidupnya menjadi penyebab Allah menurunkan ayat ini. Ia tak berkesempatan
menjadi pejuang Badar. Diujilah dia lewat jeda. Dengan begitu faham akan
janji-Nya, waktu-waktu menunggu makin membuatnya menggebu meralisasikan jihad
mengejar syahid. Anas tak hanya menyiapkan diri, tapi ia juga menyeru
sahabat-sahabat terdekat untuk ikut berjihad dan ia pun mengajak sahabiyah agar
turut berkontribusi dalam peperangan. Hingga akhirnya datang ketetapan, Allah
memberinya (rahimahullah) kesempatan. Ia menjadi yang terdepan pada medan Uhud
dan menemui syahid. Sesuai janji juga citanya yang selalu membara.
Begitulah skenario Allah. Ia
sebaik-baik pembuat rencana. Walau pun ingin kita belum sebanding jika
dijajarkan dengan ketinggian niat Anas Bin Nadhir, tetapi kisahnya tentu
menjadi pelipur lara dan pemicu keyakinan. Bahwa dalam gapaian tiap prosesnya
adalah keberkahan. Bahwa perjuangan adalah benar tentang proses. Bahwa Allah
sendiri yang akan menunjuki jalan untuk setiap pencapaian. Bahwa seorang
syuhada pun diberi waktu untuk menunggu giliran, tak selamanya dapat langsung
direalisasikan.
Dan
kita, bukankah setiap apa yang kita inginkan dalam hidup selalu akan bermuara
pada-Nya? Meraih ridho-Nya? Maka percayalah kita sedang berproses dalam
kemuliaan cita. Tak apa jika kadang hari-hari kita dihias dengan penantian. Tak
masalah. Itu bukan waktu luang, bisa jadi itu ujian. Karena hidup adalah sebuah
kesempatan. Maka tak ada hal apapun yang terluput dalam penilaian. Menunggu
membuat kita semakin menggebu. Tertunda adalah proses menjadikan diri kita
lebih berharga. Percayalah. Karena cita kita mulia, keyakinan kita mulia, maka
Allah yang akan mengaturnya dengan cara yang lebih mulia.
Menunggu tak memalukan
Ketertundaan bukan aib
Sebaliknya, jalani saja
penantian
Syukur dan Bersabar
Berproses memantaskan
diri
Menggebulah
berprasangka
Menanti kuasa-Nya
Lewat sejuta kisah indah
\