Pernah
berkesempatan ikut dalam majelis ilmu yang memfasilitasi belajar tafsir qur’an
secara muttawatir. Pada saat itu surah yang dibahas adalah surah Al-Haqqah.
Surah ke ke-69, terdapat pada juz 29. Diturunkan sebelum hijrah dan terdiri
dari 52 ayat.
Melihat dari namanya kita tahu bahwa
surah Al-Haqqah secara umum tentunya menceritakan tentang gambaran hari kiamat.
Sama seperti kandungan surah Al-Qiyamah, Al-Insyiqaq, At-Takwir, Al-Waqi’ah,
Al-Ghasiyah, Al-Qori’ah, dan Al-Infithar yang secara bahasa adalah nama atau ragam
kata yang artinya adalah hari kiamat. Pada surat-surat tersebut Allah
menceritakan bagaimana gambaran hari akhir nantinya dan kesudahan keberadaan
manusia sesuai porsi amaliyahnya selama di dunia. Namun ada satu ayat yang
memberi ibroh berbeda dalam penyampaian ustad kala itu. Saat membahas tafsir
ayat ke-12.
Terjemahnya “Agar kami jadikan (peristiwa itu)
sebagai peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mendengar”.
Lalu diceritakan, saat Rasululullah Muhammad SAW mendapati wahyu ini, beliau
dengan segera mendo’akan sepupu tercinta Ali Bin Abi Thalib agar Allah
menggolongkannya sebagai hamba yang memilki telinga yang benar-benar mendengar
(Udzunuw Waa’iyah). Dan menurut ahli tafsir, perantara do’a Rasul itu
menjadikan Ali Radhiallahu ‘anhu sebagai sahabat yang begitu peka
pendengarannya dan tak lupa sedikit pun tiap perkataan yang disampaikan
Rasulullah padanya.
Alhasil pada kesempatan itu, seluruh
ummahat yang mengikuti kajian meminta ustadz menuliskan ulang do’a Rasul
teruntuk Ali. Terlihat mereka begitu semangat. Sekedar menebak mungkin do’a
tersebut akan ditujukan pada jundi-jundi kecil mereka selain tentunya
mengharapkan hal yang sama terhadap diri. Pada harapan besar teruntuk buah
hatinya, agar seperti Ali r.a. yang dianugrah udzunuw waa’iyah.
Kemudian melihat antusias itu yang
terpikir adalah betapa sensitifnya Rasululullah. Teramat mulia lisannya. Tentang
do’a indah yang dilantunkan. Spesifik dan jarang terpikirkan. Dari beliau kita
belajar makna sebuah pinta, tidak abstrak melainkan yang dekat dan begitu
dibutuhkan. Perihal do’a yang hakikatnya dimunajatkan, bukan disimpan dalam
hati atau hanya jelmaan keinginaan.
Di tahun baru Hijriah ini yang
memasuki angka ke-1435, setelah memuhasabah diri kita tentu terbiasa membuat
resolusi hidup, capaian, targetan dalam kurun waktu yang kita batasi sendiri.
Terkadang terpikir lalu digoreskan agar kita tak lupa dan selalu mengiangkannya.
Tapi
mungkin sedikit pengingat adalah,
Setelah
terpikir dan terencana sempurna
Sudahkah
itu dimintakan kepada Allah secara santun lewat do’a indah
Rutinkah
semua disampaikan dalam tiap munajat pada-Nya?
Lalu
perkara keyakinan akan ijabah pinta kita
Semoga
tak menjadi yang lupa pada kekuatan do’a
Tergolong
udzunuw waa’iyah
berusaha
peka dalam segala hal
Bahkan
menjadi pribadi yang teramat peka dalam segala hal
Meminta
untuk sebaik-baik do’a
Bahkan mungkin teruslah selalu berdo'a. Hingga bukan hanya isi do'anya, tapi do'a itu sendiri yang menjadi hajat dan nikmatnya menghamba pada Allah. Moga Ia bimbing kita memahami kalam-Nya, ketika hari ini banyak kecenderungan membelenggu ayat dengan judul dan kerangka. (Salim A. Fillah)