Sabtu, 09 November 2013

Udzunuw Waa'iyah

        Pernah berkesempatan ikut dalam majelis ilmu yang memfasilitasi belajar tafsir qur’an secara muttawatir. Pada saat itu surah yang dibahas adalah surah Al-Haqqah. Surah ke ke-69, terdapat pada juz 29. Diturunkan sebelum hijrah dan terdiri dari 52 ayat.
            Melihat dari namanya kita tahu bahwa surah Al-Haqqah secara umum tentunya menceritakan tentang gambaran hari kiamat. Sama seperti kandungan surah Al-Qiyamah, Al-Insyiqaq, At-Takwir, Al-Waqi’ah, Al-Ghasiyah, Al-Qori’ah, dan Al-Infithar yang secara bahasa adalah nama atau ragam kata yang artinya adalah hari kiamat. Pada surat-surat tersebut Allah menceritakan bagaimana gambaran hari akhir nantinya dan kesudahan keberadaan manusia sesuai porsi amaliyahnya selama di dunia. Namun ada satu ayat yang memberi ibroh berbeda dalam penyampaian ustad kala itu. Saat membahas tafsir ayat ke-12.
           Terjemahnya “Agar kami jadikan (peristiwa itu) sebagai peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mendengar”. Lalu diceritakan, saat Rasululullah Muhammad SAW mendapati wahyu ini, beliau dengan segera mendo’akan sepupu tercinta Ali Bin Abi Thalib agar Allah menggolongkannya sebagai hamba yang memilki telinga yang benar-benar mendengar (Udzunuw Waa’iyah). Dan menurut ahli tafsir, perantara do’a Rasul itu menjadikan Ali Radhiallahu ‘anhu sebagai sahabat yang begitu peka pendengarannya dan tak lupa sedikit pun tiap perkataan yang disampaikan Rasulullah padanya.
            Alhasil pada kesempatan itu, seluruh ummahat yang mengikuti kajian meminta ustadz menuliskan ulang do’a Rasul teruntuk Ali. Terlihat mereka begitu semangat. Sekedar menebak mungkin do’a tersebut akan ditujukan pada jundi-jundi kecil mereka selain tentunya mengharapkan hal yang sama terhadap diri. Pada harapan besar teruntuk buah hatinya, agar seperti Ali r.a. yang dianugrah udzunuw waa’iyah.
            Kemudian melihat antusias itu yang terpikir adalah betapa sensitifnya Rasululullah. Teramat mulia lisannya. Tentang do’a indah yang dilantunkan. Spesifik dan jarang terpikirkan. Dari beliau kita belajar makna sebuah pinta, tidak abstrak melainkan yang dekat dan begitu dibutuhkan. Perihal do’a yang hakikatnya dimunajatkan, bukan disimpan dalam hati atau hanya jelmaan keinginaan.    
            Di tahun baru Hijriah ini yang memasuki angka ke-1435, setelah memuhasabah diri kita tentu terbiasa membuat resolusi hidup, capaian, targetan dalam kurun waktu yang kita batasi sendiri. Terkadang terpikir lalu digoreskan agar kita tak lupa dan selalu mengiangkannya.
Tapi mungkin sedikit pengingat adalah,
Setelah terpikir dan terencana sempurna
Sudahkah itu dimintakan kepada Allah secara santun lewat do’a indah
Rutinkah semua disampaikan dalam tiap munajat pada-Nya?
Lalu perkara keyakinan akan ijabah pinta kita
Semoga tak menjadi yang lupa pada kekuatan do’a
Tergolong udzunuw waa’iyah
berusaha peka dalam segala hal
Bahkan menjadi pribadi yang teramat peka dalam segala hal

Meminta untuk sebaik-baik do’a 

      Bahkan mungkin teruslah selalu berdo'a. Hingga bukan hanya isi do'anya, tapi do'a itu sendiri yang menjadi hajat dan nikmatnya menghamba pada Allah. Moga Ia bimbing kita memahami kalam-Nya, ketika hari ini banyak kecenderungan membelenggu ayat dengan judul dan kerangka. (Salim A. Fillah)