Kamis, 25 April 2013


Menikmati Proses Bukan Waktu Santai
            Selayaknya putaran roda, tentu kondisi kehidupan setiap orang tak akan selalu sama. Kadang di atas pasti suatu saat berpindah ke bawah. Semuanya silih berganti. Jika duka menghampiri, sunnatullah sebentar lagi bahagia, canda, tawa akan hadir merubah segalanya layaknya mendung yang pekat menjadi pertanda hujan kan datang membasahi. Di suatu kesempatan sering kita merasa kekurangan waktu untuk melakukan kerja-kerja yang telah direncanakan, namun tiba nantinya kita menjumpai diri dalam waktu-waktu luang. Ya, sesaat lapang dan gilirannya sempit. Banyak lagi kata yang harus dituliskan jika mendeskripsikan pasang surut kehidupan, namun begitulah hakikatnya. Semua adalah proses, proses panjang pemilihan, memilah sejauh mana ketancapan azzam kita, sebesar apa ikhtiar kita.
            Seperti itulah, prosesnya berliku tak linear. Laiknya sebuah lintasan sirkuit, kelokannya tajam, panjang dan menantang. Ia berujung, itu yang mengantarkan pembalap pada garis finish persis seperti pada akhir perjalanan hidup manusia. Semenjak diberi kesempatan usia, nyatanya tiap kita telah banyak dan sedang melewati proses itu. Di dalamnya kita selalu diilhamkan pada beberapa pilihan, menikmati, mengelukah atau melawannya bisa jadi. Lagi-lagi semua adalah pilihan dalam kompleksnya sebuah proses.
            Teruntuk setiap insan yang mendamba dalam proses ini, kuncinya tak ada waktu luang untuk bersantai. Bagi yang sedang menanti kelulusan, yang merindu gelar sarjana, dalam penantian mencari ma’isyah, yang ingin menyempurnakan separuh din, menanti buah hati yang qurrota a’yun atau cita mulia lainnya. Jika ingin itu kini masih tertunda, yakinilah tak ada kata istirahat untuk penggapaian itu semua. Nikmatilah proses penjemputan takdir baik-Nya dengan menunggu dan makin menggebu. Menjadi penunggu yang aktif, menunggu dengan memantaskan diri. Sadar, ini bukan waktu istirahat, bersantai dan berleha-leha. Jauh, bukan itu prinsip  melewati proses mulia ini.
            Perjalanan kisah hidup rasul dan sahabat tentu begitu banyak menyiratkan kemulian dalam mengarungi proses panjang ini. Mereka tak kenal waktu luang. Yang ada hanya kelekatan berteman dengan kesiap siagaan dalam sebuah penantian. Seperti Anas Bin Nadhir yang menjadi asbab turunnya q.s al ahzab ayat 23.
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yg menepati apa yg telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yg gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yg menunggu-nunggu & mereka tak merubah (janjinya),
Perjalanan hidupnya menjadi penyebab Allah menurunkan ayat ini. Ia tak berkesempatan menjadi pejuang Badar. Diujilah dia lewat jeda. Dengan begitu faham akan janji-Nya, waktu-waktu menunggu makin membuatnya menggebu meralisasikan jihad mengejar syahid. Anas tak hanya menyiapkan diri, tapi ia juga menyeru sahabat-sahabat terdekat untuk ikut berjihad dan ia pun mengajak sahabiyah agar turut berkontribusi dalam peperangan. Hingga akhirnya datang ketetapan, Allah memberinya (rahimahullah) kesempatan. Ia menjadi yang terdepan pada medan Uhud dan menemui syahid. Sesuai janji juga citanya yang selalu membara.
            Begitulah skenario Allah. Ia sebaik-baik pembuat rencana. Walau pun ingin kita belum sebanding jika dijajarkan dengan ketinggian niat Anas Bin Nadhir, tetapi kisahnya tentu menjadi pelipur lara dan pemicu keyakinan. Bahwa dalam gapaian tiap prosesnya adalah keberkahan. Bahwa perjuangan adalah benar tentang proses. Bahwa Allah sendiri yang akan menunjuki jalan untuk setiap pencapaian. Bahwa seorang syuhada pun diberi waktu untuk menunggu giliran, tak selamanya dapat langsung direalisasikan.
Dan kita, bukankah setiap apa yang kita inginkan dalam hidup selalu akan bermuara pada-Nya? Meraih ridho-Nya? Maka percayalah kita sedang berproses dalam kemuliaan cita. Tak apa jika kadang hari-hari kita dihias dengan penantian. Tak masalah. Itu bukan waktu luang, bisa jadi itu ujian. Karena hidup adalah sebuah kesempatan. Maka tak ada hal apapun yang terluput dalam penilaian. Menunggu membuat kita semakin menggebu. Tertunda adalah proses menjadikan diri kita lebih berharga. Percayalah. Karena cita kita mulia, keyakinan kita mulia, maka Allah yang akan mengaturnya dengan cara yang lebih mulia.

Menunggu tak memalukan
Ketertundaan bukan aib
Sebaliknya, jalani saja penantian
Syukur dan Bersabar
Berproses memantaskan diri
Menggebulah berprasangka
Menanti kuasa-Nya
Lewat  sejuta kisah indah




\