Senin, 08 Juli 2013

Melankolis Ramadhan

            Tinggal hitungan jam dan lebih kurang 3 kali adzan fardhu lagi, kemudian kita insyaAllah dijumpakan dengan Ramadhan. Bulan yang dikonstruksi hanya dengan 8 huruf tapi makna dan kandungan kebaikan di dalamnnya tak hingga tanpa batas. Saat pertemuan dengannya kini begitu dekat setelah terasa sekali penantian akan hadirnya, yang seluruh penduduk bumi dan langit begitu syahdu, bersuka cita menyambutnya.
            Sebenarnya secara fisik Ramadhan adalah bulan yang sama dengan 11 bulan lain dalam tahun Hijriah. Seperti halnya hari jumat yang memiliki kesamaan  fisik terhadap 6 hari lain dalam satu Minggu. Yang membedakan adalah pemaknaan terhadapnya. Pemaknaan itu kemudian bisa disebabkan karena memang Allah lah yang secara langsung memuliakan waktu itu dan atau ada histori (momentum mulia) yang terdapat di dalamnya. Dan Ramadhan mencakup kedua  alasan tersebut. Dengan jelasnya Allah firmankan dalam Al-Qur’an berpuasa pada bulan ini adalah syarat seorang muslim digelar derajat taqwa. Nama lain Ramadhan adalah Syahrul qur’an karena nuzulnya pada bulan ini, tepat malam 17 Ramadhan. Sama halnya dengan 3 kitabullah, Taurat, Zabur dan Injil. **
            Dengan kesempurnaan design Allah khusus pada bulan Ramdahan malu rasanya kalau meyambutnya ala kadar, sekedar euphoria tanpa ma’nawiyah mendalam. Ia datang dengan kesempurnaan, mestinya disambut dengan persiapan yang juga perfecto.. Satu kata pamungkas yang begitu identik dengan pribadi melankolis; ideal à sempurna. Lebih tepatnya berupaya melakukan ibadah terbaik untuk meniti derajat mulia. Menjadi begitu ‘idealis’ saat Ramadhan. Berusaha semelankolis mungkin; pra, saat, dan pasca Ramadhan. Artinya untuk yang sama sekali bukan si melankolis, kita akan berubah untuk menyesuaikan kondisi dengan Ramadhan yang mulia. Mulai dari merapikan dan menyusun semua ‘anshitoh Ramadhan’ secara detil dan terperinci, merunut capaian perhari, tiap malam memuhasabah diri, sampai menghitung-hitung dan mengkomparasi amal apa yang lebih utama untuk kita lakukan dalam tiap detiknya. Terkadang pribadi melankolis dijuluk orang yang begitu lama berkecamuk dalam kompromi terhadap diri dan banyak sekali poin-poin yang mesti dipikirkan. Itu umumnya, tapi berjumpa Ramadhan kita memang harus banyak berpikir, bertafakkur, yang beruntung adalah ia yang paling ma’rifat dengan Ramadhan. Menjalaninya berbekal ilmu.
            Lekat sekali dengan cerita seorang pedagang makanan di Pulau Jawa yang teramat cinta pada Ramadhan. Dalam kamusnya, hanya ada 11 bulan untuk bekerja mencari ma’isyah. Khusus Ramadhan, tutup toko dan fokus berkhusyuk dalam ibadah. Karyawannya tetap diberi tunjangan agar tak kehilangan penghasilan. Pemikiran tingkat tinggi yang begitu percaya dengan kuasa-Nya. Ada lagi kisah seorang ummahat yang sengaja tak disebut namanya. Ada kebiasaan unik, khas. Ia sekeluarga sepakat bahwa tak ada waktu mencuci piring selama Ramadhan. Mereka terbiasa membeli makanan siap saji, kalaupun memasak itu sesekali dan memang terdesak. Tiap detik adalah ibadah dan ibadah. Bukan berarti keluarga ini tak pandai memanajemen waktu. Ilmu dan perhitungan kalkulasi ibadah lah yang membuat mereka berbeda.
            Menjadi yang melankolis juga berarti memikirkan segala urusan. Bukan hanya bagaimana kisah kita di bulan Ramadhan. Tapi seperti apa kondisi ia, mereka, saudara-saudara kita dalam menyambutnya. Di Indonesia, dari Sabang sampaii Marauke, terutama Aceh yang baru-baru ini diuji bencana. Belahan bumi lain, saudara seiman di seluruh penjuru dunia. Semoga keberkahan berlipat-lipat teruntuk mereka yang lebih dulu berjihad dibanding kita. Palestina, Suriah, Mesir, Tunisia, saudara muslim di mana pun ia berada. Do’anya adalah semoga makin dikuatkan, diberi ketancapan azzam, disegerakan pertolongan, insyaAllah akan ada berjuta kisah indah, bahagia, berlimpah pahala, full barokah di Ramadhan kali ini untuk mereka… Munajat kita adalah tak sekedar untuk kebaikan diri pribadi, tapi selalu menyelipkan do’a special untuk mereka karena Allah begitu cepat mengijabah do’a, terkhusus di bulan ini.. Kemudian tega sekali kita dengan segala kemikmatan yang ada nantinya melewatkan Ramadhan dengan sia-sia. Jangan selalu mau tertinggal, tertinggal jauh dari mereka yang selalu mulia dengan segala keterbatasan
            Berjumpa Ramadhan kita punya misi yang sama, 30 hari mencari cinta. Merebut hati-Nya, mencari cinta-Nya, menjadi yang paling dikasihi-Nya. Lewat cara yang berbeda-beda. Mari menginspirasi diri sendiri agar tak kenal kata letih. Karena bulan ini hanya ada pembuktian cinta. Berjurus melankolis, senyuman dan ibadah yang optimal..